Tuesday, December 17, 2019

Film Imperfect: Hidup bukan tentang cantik atau gak cantik

"Kamu gemukan ya?", "Diet donk!" Mungkin beberapa dari kita sering mendapat perlakuan seperti itu. Atau tanpa kita sadari kita pun pernah melontarkan kata-kata seperti itu, mengomentari bentuk tubuh orang lain. Ya, body shaming atau mengomentari fisik orang lain yang dianggap sebagai suatu kekurangan memang menjadi isu belakangan ini. Sebuah perilaku yang dengan segala kemampuannya mampu mengakibatkan hal buruk pada korbannya. Isu inilah yang ditampilkan di film Imperfect, film terbaru karya Ernest Prakasa yang ceritanya diangkat dari novel sang istri, Meira Anastasia.

Hal pertama  yang aku tahu tentang film Imperfect beberapa bulan lalu yaitu mengenai pemeran utamanya, Jessica Mila, yang rela menaikkan berat badannya hingga terlihat gemuk. Sama seperti film-film Ernest yang sudah aku tonton sebelumnya, aku tahu film Imperfect akan menjadi film komedi yang menghibur. Dan kemudian aku membuktikannya ketika berkesempatan menghadiri Gala Premier film produksi Starvision tersebut bersama temanku Annisa 10 Desember lalu. 




Sangat lucu. Rasanya hampir sepanjang film penonton dibuat tertawa. Benar-benar membuat gerrrr satu studio. Gelak tawa terpanjang dan berulang-ulang dalam studio yang pernah aku rasakan seingatku. Kehadiran komika dan komedian sebagai pemain pendukung sangat berhasil membawa film ini sebagai film yang sangat menghibur. Walaupun demikian, film drama komedi ini mampu menyampaikan pesannya. Film yang wajib ditonton di akhir tahun ini.

Berawal dari Rara (diperankan oleh Jessica Mila) yang sejak kecil sudah memiliki tubuh yang besar, suka makan banyak, dan sebatang coklat selalu menemaninya. Sang ayah dan Dika (Reza Rahadian) pacarnya tidak pernah mempermasalahkan bentuk fisiknya. Tapi tidak dengan ibunya (Karina Suwandi) yang selalu membandingkan Rara dengan adiknya Lulu (Yasmin Napper) yang bertubuh langsing. Meski begitu, Rara tidak pernah ambil pusing dengan omongan ibunya bahkan omongan orang lain. Sampai suatu ketika ayahnya yang selalu membela dirinya tiada dan lingkungan kantor terus menerus mempermasalahkan dan memperolok bentuk fisiknya hingga membuat Rara hampir putus harapan. Ibunya yang melihat hal tersebut berusaha meyakinkan anaknya itu bahwa apa yang ia nasehatkan selama ini adalah untuk kebaikan Rara juga. Bahwa di luar sana orang-orang akan lebih kejam dengan hinaannya. 

Permasalahan yang dialami Rara sering dialami perempuan di zaman modern ini. Tayangan wanita langsing, berkulit putih, rambut lurus, yang sering ditampilkan di banyak media menuntut wanita untuk bagaimana seharusnya berpenampilan. Kalau dipikir, tuntutan diri terhadap diri sendiri saja sudah melelahkan, apalagi ditambah tuntutan dari luar. Dalam kisah Rara, pekerjaannya sebagai karyawan riset sebuah perusahaan kosmetik itu yang menuntut dirinya untuk tampil "ideal". Terlebih lagi penampilan fisik adalah suatu syarat bagi jenjang karir di perusahaan itu. Lalu apa yang Rara lakukan demi karirnya di kantor? Bagaimana sikap Rara terhadap rekan kantor dan keluarganya yang selalu menuntutnya? Kamu bisa cek sendiri di bioskop mulai tanggal 19 Desember ini. 

Jadi film ini bercerita tentang body shaming yang dialami orang yang memiliki tubuh gemuk? Di sinilah aku bisa bilang film ini mampu menampilkan banyak aspek dari permasalahan sosial psikologi wanita yang berasal dari bentuk fisik. Dalam film ini ada karakter Fey (Shareefa Daanish), teman kantor Rara, tempat Rara selalu berbagi cerita, dan yang selalu mendukung Rara. Fey memiliki badan yang tinggi dan langsing. Tapi tetap saja Fey dihadapkan pada perilaku body shaming dan bullying oleh para cewek populer di kantor karena gayanya yang cuek dan penampilannya yang urakan. Kemudian Lulu adik Rara yang sudah mempunyai tubuh dan wajah sempurna bak artis pun masih dipusingkan dengan komentar followernya yang mengatai dirinya chubby. Bukan mau menyamakan diri dengan dua artis itu, aku pun yang tidak berbadan gemuk tak lepas dari perilaku body shaming. Karena badanku yang cenderung tipis ada saja yang celetuk "Mut, gemukin!" "Mut, makan yang banyak!". Mereka gak tau memang usaha dan kendalaku untuk punya badan yang lebih berisi.  Yang bikin nangis waktu ada yang bilang "Makan donk, Mut, makanya!" Bikin nangis karena lucunya. Masa iya aku gak makan. Hehehe.. Ya itu semua aku anggap bercanda yaa. Karena mereka semua teman baik dan gak sering juga berkomentar seperti itu. Kalau kita pikirkan omongan orang gak akan ada habisnya. Gemuk dikatain. Berisi sedikit disuruh kurusin. Kurus disuruh gemukin. Capek kan?! 

Permasalahan penampilan wanita zaman kini yang semakin pelik digambarkan oleh adegan ketika Lulu dikomentari pacarnya (Boy William) yang seorang selebgram. "Kayaknya kamu pernah pake baju itu deh beberapa hari lalu. Nanti dikomentari follower aku, lho pakai baju berulang-ulang." Zaman sekarang yang kita hadapi bukan cuma orang yang jelas-jelas tampak nyata di sekitar kita. Tapi juga dengan orang yang entah siapa, bagaimana bentuknya, dan entah berada di mana yang dengan sukarela mengetikkan kata-kata jahat ke dalam kehidupan kita.

Begitulah film Imperfect menggambarkan betapa seringkali body shaming hadir di sekitar kita. Bisa berasal dari rekan kantor, bos, orang-orang di tempat umum, pertemanan anak-anak, follower yang tidak pernah kita kenal, pacar, bahkan orangtua. Ada yang menanggapinya dengan bersikap bodo amat, ada pula yang memikirkan omongan tersebut dan berusaha mati-matian merubah fisiknya. Tipe yang kedua ini mungkin akhirnya bisa berhasil menutup mulut orang tentang dirinya walaupun sebenarnya diri tidak nyaman terus menerus hidup dengan standar orang lain. Coba deh, kalau usahanya bukan karena omongan orang sama sekali, pasti lebih nyaman menjalani olahraga atau dietnya. Masih ada tipe ketiga; yang terus terganggu memikirkan omongan orang akan fisiknya, namun juga tak mampu merubah keadaan fisiknya. Merasa terganggu terus-menerus. Kasihan sih..

Namun apakah film ini hanya sekedar gambaran olok-olok dan penderitaan orang yang mengalami body shaming? Tentu tidak. Sebagai film yang mempunyai pesan, film Imperfect tentunya memberikan jalan keluar terhadap permasalahan body shaming, bullying, dan korban pembentukan image cantik oleh media. Yakni Malathi, perusahaan tempat Rara bekerja, yang dalam film ini diberikan tugas untuk itu dan akhirnya mampu melaksanakan tugasnya dengan sempurna. 

Sebagai detail dalam film ini yang menjadi perhatianku, nama Malathi menurutku sangat cantik dan sangat Indonesia. Nama yang sesuai untuk sebuah brand kosmetik. Ternyata Malathi lebih sekedar itu. Di akhir cerita saat peluncuran konsep perusahaan yang baru, Rara menjelaskan arti filosofi dari Malathi. Yakni teman sejati. Perusahaan Malathi mempunyai misi ingin menjadikan produk kosmetiknya menjadi teman bagi setiap wanita. Tidak peduli bagaimana fisik wanita tersebut, Malathi akan terus memberi semangat pada para wanita untuk menggapai mimpi-mimpinya. Di sinilah peran para komika dan komedian wanita memperkuat pesan bahwa wanita itu cantik bagaimana adanya. Dengan menjadikan empat sekawan tersebut sebagai model Malathi. Neti dengan badannya yang tidak tinggi langsing, Prita dengan tompelnya, Maria dengan rambut keritingnya, dan Endah dengan gingsulnya. 

Film ini tidak hanya ikut berusaha mendobrak gambaran wanita cantik yang sudah ter-image sejak lama. Tapi juga jika akhirnya okelah kalian tetap menganggap diri tidak cantik, gak masalah... Namun bukan berarti kalian tidak bisa berbahagia. Bahagia itu bukan dengan memiliki fisik yang dianggap ideal oleh orang kebanyakan. Berusaha merubah fisik boleh, tapi jangan atas dasar keinginan orang lain. Bagaimanapun hasilnya atau bagaimanapun fisik kalian, terima diri dan nyamanlah dengan diri sebagaimana adanya. Jangan lupa bahwa masih banyak nikmat tuhan yang kita miliki. Ubah insekyur jadi bersyukur!

No comments:

Post a Comment